0

sejarah haribraya nyepi

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWbw4K9sku3Ja7OocV0msWfp4-O3PONR4ZONOnUr2KUZJVM08i87ztii2jFRhf70D1pfjJDIJdjKfHvono50BRRFIWCcwTwip_mha1_0gJH7_QQIchckR7U6_FQhNlLF7i_KQaF1X_1K8/s320/Upin-ipin.JPGBila Anda tinggal di Bali, pasti akan merasakan suasana Nyepi yang jarang ditemui di kota lain di Indonesia. Di Bali umat Hindu merayakan Nyepi secara serentak. Nyepi yang identik dengan suasana sepi dan gelap gulita ternyata mempunyai sejarah nya sendiri. Berikut Sejarah Nyepi:
Kita semua tahu bahwa agama Hindu berasal dari India dengan kitab sucinya Weda. Di awal abad masehi bahkan sebelumnya, Negeri India dan wilayah sekitarnya digambarkan selalu mengalami krisis dan konflik sosial berkepanjangan.
Pertikaian antar suku-suku bangsa, al. (Suku Saka, Pahiava, Yueh Chi, Yavana dan Malaya) menang dan kalah silih berganti. Gelombang perebutan kekuasaan antar suku menyebabkan terombang-ambingnya kehidupan beragama itu. Pola pembinaan kehidupan beragama menjadi beragam, baik karena kepengikutan umat terhadap kelompok-kelompok suku bangsa, maupun karena adanya penafsiran yang saling berbeda terhadap ajaran yang diyakini.
Dan pertikaian yang panjang pada akhirnya suku Saka menjadi pemenang dibawah pimpinan Raja Kaniskha I yang dinobatkan menjadi Raja dan turunan Saka
tanggal 1 (satu hari sesudah tilem) bulan 1 (caitramasa) tahun 01 Saka, pada bulan Maret tahun 78 masehi.
Dari sini dapat diketahui bahwa peringatan pergantian tarikh saka adalah hari keberhasilan kepemimpinan Raja Kaniskha I menyatukan bangsa yang tadinya bertikai dengan paham keagamaan yang saling berbeda.
Sejak tahun 78 Masehi itulah ditetapkan adanya tarikh atau perhitungan tahun Saka, yang satu tahunnya juga sama-sama memiliki 12 bulan dan bulan pertamanya disebut Caitramasa, bersamaan dengan bulan Maret tarikh Masehi dan Sasih Kesanga dalam tarikh Jawa dan Bali di Indonesia. Sejak itu pula kehidupan bernegara, bermasyarakat dan beragama di India ditata ulang.
Oleh karena itu peringatan Tahun Baru Saka bermakna sebagai hari kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari toleransi, hari kedamaian sekaligus hari kerukunan nasional. Keberhasilan ini disebar-luaskan keseluruh daratan India dan Asia lainnya bahkan sampal ke Indonesia.
Kehadiran Sang Pendeta Saka bergelar Aji Saka tiba di Jawa di Desa Waru Rembang Jawa Tengah tahun 456 Masehi, dimana pengaruh Hindu di Nusantara saat itu telah berumur 4,5 abad.
Dinyatakan Sang Aji Saka disamping telah berhasil mensosialisasikan peringatan pergantian tahun saka ini, jüga dan peristiwa yang dialami dua orang punakawan! pengiring atau caraka beliau diriwayatkan lahirnya aksara Jawa onocoroko doto sowolo mogobongo padojoyonyo. Karena Aji Saka diiringi dua orang punakawan yang sama-sama setia, samasama sakti, sama-sama teguh dan sama-sama mati dalam mempertahankan kebenaran demi pengabdiannya kepada Sang Pandita Aji Saka.
Rangkaian peringatan Pergantian Tahun Saka
Peringatan tahun Saka di Indonesia dilakukan dengan cara Nyepi (Sipeng) selama 24 jam dan ada rangkaian acaranya antara lain :

1. Upacara melasti, mekiyis dan melis

Intinya adalah penyucian bhuana alit (diri kita masing-masing) dan bhuana Agung atau alam semesta ini. Dilakukan di sumber air suci kelebutan, campuan, patirtan dan segara. Tapi yang paling banyak dilakukan adalah di segara karena.sekalian untuk nunas tirtha amerta (tirtha yang memberi kehidupan) ngamet sarining amerta ring telenging segara. Dalam Rg Weda II. 35.3 dinyatakan Apam napatam paritasthur apah (Air yang murni baik dan mata air maupun dan laut, mempunyai kekuatan yang menyucikan).
2. Menghaturkan bhakti/pemujaan
Di Balai Agung atau Pura Desa di setiap desa pakraman, setelah kembali dari mekiyis.
3. Tawur Agung/mecaru
Di setiap catus pata (perempatan) desa/pemukiman, lambang menjaga keseimbangan. Keseimbangan buana alit, buana agung, keseimbangan Dewa, manusia Bhuta, sekaligus merubah kekuatan bhuta menjadi div/dewa (nyomiang bhuta) yang diharapkan dapat memberi kedamaian, kesejahteraan dan kerahayuan jagat (bhuana agung bhuana alit).
Dilanjutkan pula dengan acara ngerupuk/mebuu-buu di setiap rumah tangga, guna membersihkan lingkungan dari pengaruh bhutakala. Belakangan acara ngerupuk disertai juga dengan ogoh-ogoh (symbol bhutakala)  sebagai kreativitas seni dan gelar budaya serta simbolisasi bhutakala yang akan disomyakan. (Namun terkadang sifat bhutanya masih tersisa pada orangnya).
4. Nyepi (Sipeng)
Dilakukan dengan melaksanakan catur brata penyepian (amati karya, amati geni, amati lelungan dan amati lelanguan).
5. Ngembak Geni. Mulai dengan aktivitas baru yang didahului dengan mesima krama di lingkungan keluarga, warga terdekat (tetangga) dan dalam ruang yang lebih luas diadakan acara Dharma Santi seperti saat ini.
Yadnya dilaksanakan karena kita ingin mencapai kebenaran. Dalam Yajur Weda XIX. 30 dinyatakan : Pratena diksam apnoti, diksaya apnoti daksina. Daksina sradham apnoti, sraddhaya satyam apyate.
Artinya : Melalui pengabdian/yadnya kita memperoleh kesucian, dengan kesucian kita mendapat kemuliaan. Dengan kemuliaan kita mendapat kehormatan, dan dengan kehormatan kita memperoleh kebenaran.
Sesungguhnya seluruh rangkaian Nyepi dalam rangka memperingati pergantian tahun baru saka itu adalah sebuah dialog spiritual yang dilakukan oleh umat Hindu agar kehidupan ini selalu seimbang dan harmonis serta sejahtera dan damai. Mekiyis dan nyejer/ngaturang bakti di Balai Agung adalah dialog spiritual manusia dengan alam dan Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala manifetasi-Nya serta para leluhur yang telah disucikan. Tawur Agung dengan segala rangkaiannya adalah dialog spiritual manusia dengan alam sekitar para bhuta demi keseimbangan bhuana agung bhuana alit.
Pelaksanaan catur brata penyepian merupakan dialog spiritual antara din sejati (Sang Atma) seseorang umat dengan sang pendipta (Paramatma) Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam din manusia ada sang din /atrnn (si Dia) yang bersumber dan sang Pencipta Paramatma (Beliau Tuhan Yang Maha Esa).
Sima krama atau dharma Santi adalah dialog antar sesama tentang apa dan bagaimana yang sudah, dan yang sekarang serta yang akan datang. Bagaimana kita dapat meningkatkan kehidupan lahir batin kita ke depan dengan berpijak pada pengalaman selama ini. Maka dengan peringatan pergantian tahun baru saka (Nyepi) umat telah melakukan dialog spiritual kepada semua pihak dengan Tuhan yang dipuja, para leluhur, dengan para bhuta, dengan diri sendiri dan sesama manusia demi keseimbangan, keharmonisan, kesejahteraan, dan kedamaian bersama. Namun patut juga diakui bahwa setiap hari suci keagamaan seperti Nyepi tahun 2009 ini, ada saja godaannya. Baik karena sisa-sisa bhutakalanya, sisa mabuknya, dijadikan kesempatan memunculkan dendam lama atau tindakan yang lain. Dunia nyata ini memang dikuasai oleh hukum Rwa Bhineda. Baik-buruk, menang-kalah, kaya-miskin, sengsara-bahagia dst. Manusia berada di antara itu dan manusia diuji untuk mengendalikan diri di antara dua hal yang saling berbeda bahkan saling berlawanan.
Sejarah Nyepi
Kalau dituang dalam sebuah pantun boleh jadi sbb.:
Dengan bunga membuat yadnya,
melasti bersama pergi ke pantai.
Jika agama hanya wacana, kondisi
sejahtera -- aman damai susah dicapai.
Maka agama harus dimengerti,
dipahami, dilaksanakan atau
diamalkan dengan baik dan benar.
Dharma Santi
Adapun Dharma Santi sebagai rangkaian akhir Nyepi merupakan hal yang wajib dilaksanakan, baik di lingkungan keluarga, warga dekat maupun warga bangsa.
Dengan Dharma Santi kita dapat saling memaafkan jika ada kesalahan atau kekeliruan yang pernah terjadi setidak-tidaknya dalam jangka waktu satu tahun sebelumnya. Di samping itu juga untuk berbincang-bincang perihal kehidupan bersama kita ke depan karena kondisi yang dihadapi akan semakin sulit dan semakin komplek, serba multi; multi etnis, multi dimensi, multi kepentingan, multi karakter dan multi kultural.
Oleh karena itu dharma Santi dapat dilaksanakan dimana saja dan kapan saja setelah Nyepi asal tidak lewat dari waktu kurang lebih sebulan sesudah Nyepi. Sangat baik kalau setiap habis hari raya keagamaan (bukan hanya pada Nyepi saja) diikuti dengan dharma Santi atau sima krama, atau secara spiritual sering juga dilakukan jika ada upacara piodalan di Pura dengan “meprani”. Mesima krama, meprani atau dharma Santi merupakan ajang berdialog antar sesama tentang berbagai aspek kehidupan.
Karena Weda menyatakan “Wasudewa kutumbakan” (seluruh dunia adalah bersaudana). Atau sarwa asa mama mitram bhawantu (Jadikanlah seluruh penjuru dunia sebagai sahabat kami).
Untuk skup Bali, hal ini analog dengan konsep menyama braya yang perlu dimantapkan melalui dharma Santi. Jadi pergantian Tahun Saka adalah peringatan dari kebangkitan dan pembaharuan. Nyepi adalah renungan kesadaran untuk pengendalian diri. Dharma santi adalah dialog sesama demi keseimbangan hidup lahir bathin.
Demikian yang dapat disampaikan, semoga ada manfaatnya. Mohon maaf atas kekuragannya. “Selamat Hari Raya Nyepi tahun Baru saka 1931, “Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa Asung kerta Wara nugraha kepada kita sekalian agar kita Santi, dapat meningkatkan bhakti sadana menuju Jagadhita yaitu dunia sejahtera. Om Ano bhadrah kratawo yantu wiswatah (semoga semua pikiran yang baik datang dari segala arah penjuru).
Oleh : Drs. I Gusti Made Ngurah, M.Si., IHDN – Denpasar (WHD No. 495 Maret 2008), dikutip dari www.parisada.org
Read more
1

fungsi ogoh-ogoh

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfjEVLgjtAxcPYKhOIQtNTsPP41aPggr8gAFyFzjCXZHNUPjBR_EHDR0dXCMZnbKS85PufZy7Xxs9GbqSqIxD9-Eczd7gZV_epNG1IvOHmOSmVSUY4GcJHM7JwdjEN5H4BX5G2W1WW7UY/s1600/ogoh-ogoh1.jpg      ogoh -oah goh , merupakan ritual pengusiran arwah jahat , atau penetralisir arwah jahat...ogoh2 berfungsi sebagai penetraisir arwah jahat... agar tidak mengganggu waktu hari raya nyepi,...


Ini adalah acara rutin tahunan. Diselenggarakan sehari menjelang Hari Nyepi, serangkaian dengan pelaksaaan upacara Tawur Kesanga, yakni upacara kurban yang ditujukan untuk menyeimbangkan kehidupan manusia dengan Bhuta Kala (roh halus) yang hidup di sekitarnya. Sesuai ajaran Tri Hita Karana, penganut Hindu di Bali tidak mengenal penghancuran atau pengusiran roh, sejahat apa pun dia. Menurut keyakinan mereka, roh tersebut berhak hidup sebagaimana layaknya manusia. Yang terpenting bagi mereka, keduanya tidak saling mengganggu. Karena itulah orang Bali menyelenggarakan upacara-upacara serta aktivitas kehidupan khusus lainnya untuk menyeimbangkan kehidupan mereka dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud termasuk tumbuhan, hewan, roh dan benda-benda. Pawai Ogoh-ogoh sendiri merupakan pelengkap dari ritual Tawur Kesanga tersebut.

Sejatinya, Ogoh-ogoh di Bali muncul pada awal tahun 1980-an. Ia muncul dari kreativitas anak muda Bali untuk memeriahkan malam Pangerupukan, sehari menjelang Hari Nyepi. Sebelumnya, ritual ini hanya diisi dengan pawai obor yang ditingkahi dengan riuh bunyi kentongan dan benda-benda bersuara nyaring lainnya. Ritual ini dilakukan di masing-masing rumah dengan meneriakkan “Magedi kala, kelod kaku laku!” (Pergilah wahai roh-roh, pergilah ke tempatmu). Setelah itu, penduduk bergabung dan melakukan pawai keliling desa.

Belakangan, anak-anak muda kreatif memvisualkan Bhuta Kala itu dalam bentuk ogoh-ogoh (boneka besar) berwajah seram. Sosok yang dibuat dari anyaman bambu dan kertas tersebut diarak keliling desa lalu dibakar di alun-alun desa. Hingga kini tak jelas di desa mana mula-mula ogoh-ogoh tersebut dibuat. Yang pasti, kreativitas tersebut menjalar cepat ke seluruh Bali dan hingga kini menjadi tradisi yang tak terpisahkan dari ritual menjelang Hari Nyepi.

Sebagaimana gerak kreativitas, sosok ogoh-ogoh mengalami perkembangan terus menerus. Bermula dari kejemuan anak-anak muda membuat ogoh-ogoh yang begitu-begitu saja, yakni sosok bhuta kala sebagaimana layaknya sosok patung-patung Bali, mereka membuat sosok ogoh-ogoh yang unik. Maka lahirlah ogoh-ogoh berbentuk rudal scud saat perang Irak ramai berkecamuk, muncul pula ogoh-ogoh pemuda gondrong mengendarai Harley Davidson sambil memegang minuman keras, lalu ada ogoh-ogoh cewek café, penyanyi dangdut Inul Daratista, terpidana mati pelaku bom Bali Amrozi, dan banyak lagi.



Semakin lama, ogoh-ogoh sebagai simbol bhuta kala pun mulai bergeser pula. Di beberapa tempat masyarakat memaknai ogoh-ogoh sebagai simbol bumi (alam) yang harus diselaraskan dengan kehidupan manusia. Karena itu, ogoh-ogoh mereka tidak berwajah seram melainkan mengambil tokoh pahlawan dalam epos Mahabharata dan Ramayana, atau cerita purana lainnya. Maka lahirlah ogoh-ogoh Hanuman yang tengah bertempur melawan naga.



Dari pandangan lain, seluruh rangkaian upacara menjelang Hari Nyepi, termasuk arak-arakan ogoh-ogoh adalah bentuk ekspresi batin orang Bali untuk me-nyomya (menetralisir) sifat-sifat bhuta kala dalam diri mereka sendiri. Karena itulah, setelah menetralisir sifat jahat dalam diri, keesokan harinya mereka melakukan hening selama 24 jam penuh untuk kemudian terlahir kembali sebagai manusia baru. Hal inilah yang membuat orang Bali tak pernah merasa ogah untuk membuat ogoh-ogoh, meskipun karena berbagai alasan, arak-arakan ogoh-ogoh ini sempat dilarang oleh Pemerintah.
Read more
 
ogoh-ogoh denpasar Copyright © 2010 Templatemo | Converted into Blogger Template by BloggerTheme